Kanker VS Semangat Hidup


Ketika dokter memvonis pasien maupun orang tercinta menderita kanker, umumnya reaksi pertama seseorang adalah kaget, tak bisa menerima fakta itu, patah semangat, dan kematian seakan sudah terbayang di depan mata.

Namun, melewati fase tersebut, tak sedikit orang yang berhasil memompa semangat hidup, berjuang melawan kanker.

Sebagian penderita kanker bertutur, ketika vonis itu datang, yang terbayang adalah rasa sakit berkepanjangan selama menjalani pengobatan. Oleh karena itulah sebagian dari penderita lebih memilih pengobatan alternatif daripada pengobatan yang ditawarkan dokter di rumah sakit.

Buntariah (51), ibu dua anak yang divonis menderita kanker mulut rahim tahun 2001, berkisah, dia menghindari pengobatan medis karena takut akibat buruk seperti yang kerap didengarnya tentang rasa tak nyaman dan kesakitan akibat pengobatan kanker secara medis.

Oleh karena itulah, ketika vonis kanker datang, dia langsung memilih menjalani pengobatan alternatif. Namun, rasa sakit ternyata tak kunjung hilang, bahkan kini untuk berjalan pun dia merasa kesakitan. Kembali dia pergi ke rumah sakit dan dokter pun menyarankan agar Buntariah menjalani operasi.

Namun, lagi-lagi dia ingin menghindari operasi, dan Buntariah kembali mencari pengobatan alternatif. ”Siapa sih yang ingin perutnya diangkat?” ujarnya. Ketika dengan pengobatan alternatif banyak gejala yang menunjukkan penyakitnya bertambah parah, dia pun kembali ke dokter.

”Saya patah semangat. Saya takut dioperasi, saya memikirkan biayanya yang mahal, saya memikirkan hal-hal enggak enak yang saya dengar tentang akibat sampingan operasi, tentang kemoterapi. Semua hal yang enggak enak rasanya langsung masuk ke pikiran saya,” cerita istri dari Gunawan (57) ini.

Hal serupa dilakukan F Endang SR (46), ibu satu anak. Ketika dia divonis kanker payudara, istri dari Daniel Dadang Sutrisna (51) ini memilih menjalani pengobatan alternatif. Namun, setahun tak ada perubahan, pada tahun kedua dia beralih kepada pengobatan alternatif yang lain. Ketika hasilnya tak juga memuaskan, pada tahun ketiga Endang terpaksa kembali ke dokter.

Dia langsung menjalani operasi, dan diwajibkan kemoterapi. Pada sat pertama kali kemoterapi, kondisinya langsung menurun. Daniel bercerita, istrinya menolak makan dan minum. Kondisi ini berjalan sekitar sepuluh hari.

”Dia mengeluh perutnya panas dan merasa mual. Dia minta jus buah, tetapi baru sedikit dia minum, dia sudah merasa ingin muntah lagi,” ujar Daniel. Namun, Daniel tak putus asa. Dia tetap memompa semangat istrinya dan memberi Endang jus serta sereal bergizi tinggi.

Namun, Endang kemudian menolak menjalani kemoterapi, padahal dokter menyarankan agar dia menjalani enam kali kemoterapi. ”Dia enggak mau kemoterapi karena ada rasa tidak nyaman setelah kemoterapi itu,” kata Daniel yang lalu membawa istrinya menjalani pengobatan tradisional.

Penyanyi jazz yang populer pada 1970-1980-an, Nunung Wardiman, juga divonis menderita kanker payudara stadium empat. Tahun 2001 Nunung tahu dia menderita kanker, tetapi dia memilih menjalani berbagai pengobatan alternatif saja dan tetap menyanyi.

Akhir November lalu misalnya, Nunung tampil duet dengan Edo Kondologit di Hotel Hilton Jakarta untuk acara Kasih Kami Untukmu. Dia melantunkan lagu The Prayer yang dipopulerkan oleh Josh Groban. ”Kalau dikasih umur panjang, saya ingin terus menyanyi seperti biasa. Saya ingin bikin album,” ucapnya.

Aktif dan banyak tertawa
Pembawa acara Shahnaz Haque (33) bercerita, kanker sudah dikenalnya sejak masih remaja karena sang ibu meninggal akibat kanker ovarium saat dia berusia 17 tahun. Sang bunda berjuang melawan kanker selama lima bulan, dan selama waktu itu Shahnaz berusaha membuat ibunya banyak tertawa.

”Air mata tidak penting untuk orang sakit, yang terpenting adalah membuat dia tertawa, merasa bahagia,” ucap Shahnaz yang tahun 1998 juga divonis kanker stadium dini karena ada benjolan pada ovarium sebelah kanannya.

Shahnaz mengaku saat vonis datang dia merasa semua hal seakan berantakan tak karuan. Bahkan ruang dokter pun dirasanya berputar, dan dia merasa takut mati. Meski dokter menyarankan agar dia menjalani operasi, selama setahun Shahnaz membiarkannya saja. Dia juga tak bercerita kepada sang ayah, dan berusaha tetap bersikap ceria seperti biasa.

”Meskipun waktu itu kaki sudah terasa sakit-sakit, badan juga makin kurus,” ucap Shahnaz yang menjalani operasi tahun 1999, dan bercerita soal penyakitnya kepada sang ayah ketika mereka tengah berada di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur, layaknya kisah dalam obrolan biasa.

Ketika dia menikah dengan pemusik Gilang Ramadhan, pasangan ini semakin ”akrab” dengan kanker karena ibunda Gilang juga meninggal karena kanker payudara, sedang ayah Gilang, Ramadhan KH, pun menderita kanker prostat.

”Kalau ayah mertua saya lagi sakit, dia suka ngobrol sama saya. Sebab, saya suka ngomongin hal-hal yang lucu saja, jadi bisa membuat dia tertawa, lupa rasa sakitnya. Bercerita soal hal-hal yang lucu dan membuat pasien tertawa itu penting lho. Ini memberi kesejukan bagi pasien kanker. Dia bisa ketawa, kita juga bisa ketawa, enggak ada biayanya lagi, gratis,” tutur Shahnaz yang kini tengah menantikan kelahiran anak ketiganya.

Tertawa dan memandang hidup dengan optimis, seperti dilakukan Shahnaz, merupakan senjata melawan kanker. Oleh karena itulah, ketika menjenguk penderita kanker, Shahnaz paling pantang ”menginterogasi” soal penyakit, apalagi membahasnya.

Daniel pun mengambil sikap serupa Shahnaz. Dia menyadari kesakitan yang diderita Endang akibat kanker mengakibatkan istrinya menjadi sensitif, cepat tersinggung meski hanya karena hal sepele. Oleh karena itulah, di tengah-tengah kesibukannya bekerja, Daniel berusaha meluangkan waktu membawa istrinya berjalan-jalan ke berbagai tempat meski dengan bantuan kursi roda.

”Kami berusaha keras memberi dukungan moral untuk dia, tidak menunjukkan kekesalan hati di depannya. Saya juga berusaha tidak meninggalkan dia sendirian, melamun. Kalau kami repot, saya minta teman, tetangga, atau saudara mengajak dia bicara apa saja yang membuatnya senang,” tutur Daniel yang tinggal di kawasan Bekasi Utara dan berkantor di wilayah Tangerang ini.

Lebih Optimistis
Sedangkan Buntariah, setelah menjalani operasi dan kemoterapi, berusaha memandang hidup dengan lebih optimistis. Dia akan berjuang melawan kanker demi keluarganya. ”Bapak bilang dia butuh saya untuk membimbing anak kedua kami yang sampai sekarang belum lancar bicara,” ujar Buntariah tentang permintaan Gunawan, suaminya.

Sebaliknya, anggota keluarga pun memperlakukan Buntariah biasa-biasa saja, bukan sebagai penderita kanker yang harus diperhatikan atau dikasihani. ”Bersikap biasa saja dan tidak memikirkan penyakit bikin kita merasa tenang. Kalau lagi mual makan nasi, ya ganti makan ubi atau kentang saja,” ucap Buntariah tentang resepnya melawan kanker.

Dia juga tak menganggap sebagai penderita kanker harus berkelakuan atau diperlakukan khusus. Seperti layaknya perempuan hendak ke luar rumah, ketika mesti menjalani kemoterapi, Buntariah pun berdandan rapi.

”Saya padukan warna baju sampai tas dan sepatu. Saat itu tas mote lagi tren, dan saya membuat sendiri. Suster-suster di rumah sakit tertarik sama tas mote itu, mereka sampai minta diajari membuat tas mote,” cerita Buntariah senang.

Rasa sakit sehabis kemoterapi kerap membuatnya menjadi emosional. Jalan keluarnya, sehabis kemoterapi Buntariah selalu tidur. Anggota keluarga yang lain mafhum dan membiarkannya beristirahat sampai rasa sakit itu hilang. Kini, bila ada seminar tentang kanker, Buntariah dan suami berusaha datang untuk memberi semangat pada penderita lain.

Kanker harus dilawan, bukan dihadapi dengan sikap menyerah. Dukungan keluarga bagi penderita terbukti memberi kekuatan bagi mereka untuk melawan kanker. Seperti juga Nunung Wardiman yang terus bersenandung, meski diakuinya bila rasa sakit tengah menyerang, rasa itu tak bisa digambarkan dengan kata-kata….

Merawat Pasien di Rumah
Pasien dengan penyakit kanker mengalami berbagai masalah dalam berbagai aspek kehidupannya. Oleh karena itu, untuk penanganannya diperlukan suatu pendekatan yang bersifat holistik dan terpadu.

Dalam seminar ”Merawat Pasien Kanker di Rumah” di RS Dharmais Jakarta, pekan lalu, dr Maria A Witjaksono dari Unit Paliatif dan Kedokteran Komplementer RS Kanker Dharmais, mengungkapkan, jika salah satu anggota keluarga terkena kanker, seluruh keluarga merasakan dampaknya.

”Keluarga dituntut untuk memberi dukungan, baik finansial, psikologis, sosial, kultural, maupun spiritual.”

Maria mengatakan, rumah merupakan salah satu tempat perawatan pasien kanker, jika tindakan di rumah sakit tidak lagi diperlukan atau jika suatu sebab pasien menolak perawatan di rumah sakit.

Untuk merawat pasien di rumah, RS Kanker Dharmais memiliki Unit Layanan Paliatif. Unit ini menyediakan dokter, perawat, dan psikolog yang siap dipanggil untuk membantu pasien kanker di rumah.

Dalam prinsip perawatan pasien kanker di rumah yang diadakan RS Kanker Dharmais, keluarga menjadi bagian dari tim yang ikut merawat pasien. Selain itu, keluarga juga ikut mendapatkan pelayanan agar terus mampu mendampingi pasien.

”Sering kali keluarga ikut menjadi frustrasi jika ada anggota keluarga yang terkena kanker,” tutur Maria.

Selain memberikan pelayanan medis, Unit Layanan Paliatif juga memberikan layanan Rehabilitasi Medik terhadap pasien kanker. Rehabilitasi Medik diberikan kepada pasien kanker untuk mengatur kembali fungsi-fungsi fisik, psikis, sosial, dan spiritual penderita.

Privasi
Merawat pasien di rumah, menurut Maria, memiliki beberapa keuntungan. Pasien merasa nyaman, punya privasi, tak asing dengan suasana rumah, aman, punya otonomi, dan yang lebih penting pikiran tidak hanya terfokus kepada penyakit.

Dengan dirawat di rumah, pasien kanker masih bisa menggeluti hobinya untuk mengurangi kecemasan. Perawatan di rumah juga mendekatkan pasien dengan keluarga. Anggota keluarga pun sebaiknya mau mempelajari hal- hal yang dibutuhkan pasien selama menjalani perawatan di rumah. Ini perlu untuk kenyamanan seisi rumah.

Produk CNI yang bisa membantu mengatasinya yaitu:
• CNI HealthPack 3 in One 3X1 sachet/hari
• Organik Dietary Fiber Powder 3X1 stick/hari
• CNI Lyophilized Royal Jelly 3X1 tab/hari

Produk CNI adalah “Produk Kualitas Menengah Atas, Harga Menengah Bawah”

Untuk pemesanan PRODUK CNI segera hubungi: AGEN RESMI PRODUK CNI
Jl. Teratai RT 10, RW 04, Bligo, Candi, Sidoarjo, JAWA TIMUR 61271, Telp. 031-70520708, 031-8068858, HP. 08155064444 Untuk pesan Produk bisa Transfer ke BCA No. Rek: 018.258.1257 Atas nama: ANDY SUBANDONO (kami SIAP melayani pengiriman seluruh wilayah Indonesia ditambah ongkos kirim)
Related Posts with Thumbnails

Informasi yang lain, ada di bawah ini...