Segera Diluncurkan Kampanye Nasional


Penanggulangan Pornografi

Berbagai upaya telah dilakukan Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan bersama kalangan LSM peduli pornografi dalam "memerangi" pornografi dan pornoaksi. Namun, usaha itu agaknya belum menuai hasil. Teriak lantang yang disampaikan para LSM peduli pornografi bagaikan angin sepoi-sepoi yang menyadarkan suasana, tetapi tidak mengubah keadaan. Itu terlihat dari tetap maraknya tayangan televisi, penerbitan dan VCD yang menampilkan sensualitas perempuan dan hal-hal berbau porno lainnya.

Kendati demikian, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Sri Redjeki Soemaryoto, selaku Ketua Pokja Tim Teknis Program Aksi Penanggulangan Pornografi mengaku, tak akan patah arang dengan usahanya itu. Malahan, pihaknya saat ini tengah melakukan roadshow ke sejumlah departemen terkait guna mendapat dukungan. Yakni, Kantor Menko Kesra, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Kepolisian dan Kejaksaan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Ditemui usai roadshow dengan Menteri Komunikasi dan Informasi, Syamsul Muarif, di Jakarta, pekan lalu, Sri Redjeki mengungkapkan, bagaimana sulitnya dalam memberangus pornografi dan pornoaksi di masyarakat akibat belum adanya batasan definisi yang jelas tentang pornografi dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Sehingga pihak-pihak aparat hukum yang terkait dalam penegakan hukum di lapangan tidak mempunyai petunjuk yang jelas dan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan sistem operasional prosedur.

Padahal dampak dari pornografi dan pornoaksi bagi generasi muda sangatlah jelas, antara lain perilaku seks bebas di usia dini, pelecehan seksual, penyimpangan seksual yang dikaitkan dengan HIV/AIDS, prostitusi dan lainnya. Data Polda DI Yogyakarta menunjukkan peningkatan kejahatan terkait dengan pornografi tersebut, yakni satu kasus dengan 20 barang bukti pada tahun 2000 menjadi 12 kasus dengan 523 barang bukti pada tahun 2001, dan 24 kasus dengan 214 barang bukti.

Sementara di Amerika, barang-barang pornografi tidak diperjualbelikan secara bebas. Ada peraturan lokal tentang penjualan dan pengiriman tertutup dan larangan untuk usia 18 tahun ke bawah. "Sementara untuk batasan hukuman pornografi di Indonesia, menurut KHUP sulit memberikan patokan umum dan belum secara membedakan antara porno dan bukan porno. Sehingga hukumnya sulit ditegakkan," ujarnya.

Untuk itulah, Sri Redjeki menilai, perlu segera melakukan pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk pihak kepolisian dan kejaksaan guna menyamakan persepsi dan penafsiran mengenai delik-delik hukum tentang penanggulangan pornografi dan pornoaksi di kalangan penegak hukum.

Pertemuan semacam itu menjadi penting, disebabkan belum terealisasi RUU Anti Pornografi yang telah diajukan sejak awal 2002 lalu, namun hingga ini belum menunjukkan kemajuan yang berarti. "Kami berharap roadshow ini dapat memberi semangat untuk segera mensahkan RUU Anti pornografi menjadi Undang-undang. Dengan demikian, UU Anti Pornografi tersebut dapat segera dapat diadopsi oleh daerah melalui peraturan daerah (Perda)," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Sri Redjeki sempat menyayangkan belum berfungsi secara maksimalnya Dewan Pers dan organisasi penyiaran dalam memantau kualitas isi pers di Indonesia. Ia mengharapkan, adanya upaya penyempurnaan Kode Etik masing-masing sehingga Dewan Kehormatan dari organisasi kewartawanan dan penyiaran untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan kode etik tersebut.

Class Action
Sri Redjeki menambahkan, pemerintah dalam pertemuan dengan media massa pada 13 Maret 2003 telah menggariskan empat kebijakan, yaitu menggerakkan masyarakat untuk membendung pornografi, bila perlu masyarakat dapat melaksanakan class action terhadap para produsen dan tayangan yang bersifat pornografi, media agar meninjau kembali ukuran kepatutan yang digunakan sebagai kriteria layak tidaknya suatu program ditayangkan.

"Upaya membendung pornografi tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan bersama, termasuk dukungan dari kalangan pers sendiri. Saya juga melihat komitmen politis lintas sektoral, belum maksimal dan masih bersifat sporadis dalam upaya penanggulangan pornografi dan pornoaksi," ujarnya.

Kondisi sosial cultural masyarakat yang makin permisif, karena menipisnya norma-norma dan nilai-nilai moral masyarakat serta agama, yang berakibat lemahnya perlawanan terhadap pertumbuhan industri pornografi. Terkait dengan hal itu, KPP mendapat tugas untuk kerjasama dengan berbagai unsur masyarakat yang peduli pornografi seperti Aliansi Masyarakat Anti-Pornografi dan Pornoaksi (AMAPP), Masyarakat Tolak Pornografi (MTP), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Wanita Walubi, Wanita Hindu Dharma Indonesia, Wanita Katolik Republik Indonesia dan Majelis Tinggi Agama Khong Hu Chu Indonesia, untuk menyiapkan program aksi yang secara konkret dapat membendung maraknya pornografi secara berkesinambungan.

"Bila dari acara roadshow ini kita banyak dapat dukungan, maka dalam waktu dekat dapat segera diluncurkan kampanye nasional penanggulangan pornografi dan pornoaksi, yang tentunya melibatkan masyarakat. Mengingat ini adalah aksi nasional, kami berharap aksi tidak saja di dukung dari Jakarta tetapi masyarakat di daerah," ucapnya.

Produk CNI yang bisa membantu meningkatkan derajat kesehatan, yaitu:
• CNI Sun Chlorella 3X5 tab/hari
• CNI Ester-C Plus 2X1 tab/hari
• CNI Marine Organic Calcium 3X1 tab/hari (diminum setelah makan)
• Organik Dietary Fiber Powder 2X1 tab/hari

Untuk pemesanan PRODUK CNI segera hubungi:
AGEN RESMI PRODUK CNI
Jl. Teratai RT 10, RW 04, Bligo, Candi, Sidoarjo, JAWA TIMUR 61271, Telp. 031-70520708, 031-8068858, HP. 08155064444, 085731997300 Untuk pesan Produk bisa Transfer ke BCA No. Rek: 018.33.222.38 Atas nama: ANDY SUBANDONO (kami SIAP melayani pengiriman seluruh wilayah Indonesia dengan ditambah ongkos kirim)
Related Posts with Thumbnails

Informasi yang lain, ada di bawah ini...