Kondom merupakan salah satu alat yang dipakai dalam pencegahan kehamilan dan menghentikan penyebaran infeksi saluran reproduksi/infeksi menular seksual (ISR/IMS), termasuk HIV dan AIDS. Pertama kali, kondom hanya dipakai dan diproduksi untuk laki-laki; namun sejak tahun 1992, kondom juga diproduksi untuk perempuan.
Seperti umumnya kondom laki-laki, kondom perempuan juga merupakan metode yang dipakai untuk mencegah kehamilan dan menghentikan penyebaran ISR/IMS, termasuk HIV dan AIDS. Namun, kondom perempuan sepenuhnya dikontrol penggunaannya oleh perempuan. Hal ini penting karena di masyarakat dengan sistem patriarkal, posisi perempuan lemah untuk meminta pasangannya menggunakan kondom dalam melakukan hubungan seksual. Perempuan seringkali mengalah dan membiarkan dirinya tidak terlindungi dari penyakit-penyakit yang dapat membahayakan organ reproduksinya.
Secara umum, kondom perempuan merupakan metode yang efektif bagi perempuan untuk melindungi dirinya terhadap kehamilan tidak diinginkan dan penyakit lainnya. Namun, seberapa efektif bagi para perempuan HIV positif? Melalui tulisan yang dibuat oleh Alice Welbourn diketahui beberapa pandangan mengenai kondom perempuan di mata perempuan HIV positif.
Tulisan ini berdasarkan dari hasil informal e-mail survei di antara anggota milis the International Community of Women Living with HIV/AIDS (ICW), di mana seluruh anggota milis tersebut adalah perempuan HIV positif dari beberapa negara. Pada saat survei ini dilakukan, anggota milis tersebut berjumlah ± 100 orang. Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui sikap dan pengalaman perempuan HIV positif terhadap kondom perempuan. Beberapa pertanyaan diajukan kepada mereka yang menggunakan kondom perempuan secara rutin selama satu tahun atau lebih.
Pertanyaan tersebut adalah:
• Apa yang mereka dan pasangan mereka pikirkan ketika menggunakan kondom perempuan?
• Mengapa mereka menggunakan kondom perempuan dibandingkan dengan kondom laki-laki?
• Bagaimana mereka mendapatkannya? Apakah mudah? Apakah mahal atau murah?
• Apakah ada perempuan HIV positif lain yang menggunakannya?
• Alasan pertama kali mereka menggunakannya.
Respon yang didapat berasal dari 18 orang perempuan HIV positif dari negara Asia Pasifik, Afrika, Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara.
Temuan
• Harga kondom perempuan lebih mahal dibandingkan dengan kondom laki-laki. Di beberapa negara, kondom laki-laki bahkan diberikan secara gratis, namun kondom perempuan sangat sulit dicari dan kalaupun ada sangat mahal.
• Ketersediaan kondom perempuan sangat sulit dan terbatas. Mungkin karena promosi dan marketing yang kurang. Di Australia, ada apotek yang tidak mengetahui mengenai kondom perempuan.
• Ukuran. Di negara Asia terutama, anggota ICW mengatakan bahwa ukuran kondom perempuan tidak eksklusif atau terlalu besar sehingga mereka menginginkan yang lebih kecil. Namun, di negara lain, ukuran tidak menjadi faktor penghambat popularitas dari kondom perempuan tersebut.
• Suara yang berisik. Pemakaian kondom perempuan menimbulkan suara yang berisik, seperti ’kantong kresek’. Bagi perempuan HIV positif, suara ini mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual, namun di beberapa negara, laki-laki menganggap suara ini malah meningkatkan gairah seksual mereka. Alasan satu-satunya adalah ketika kondom perempuan sudah menyesuaikan dengan suhu tubuh, maka tidak akan ada lagi bunyi yang berisik.
• Penampilan dan rasa. Penampilan merupakan halangan terbesar bagi para perempuan HIV positif. Karena ketika mereka melihat penampilan dari kondom perempuan tersebut, keinginan untuk memakainya tiba-tiba hilang. Kondom perempuan hanya mempunyai satu jenis penampilan dan rasa dibandingkan dengan kondom laki-laki yang banyak variasi jenis dan rasa. Hal ini menjadi penting karena pada saat ini, seks oral merupakan hal yang normal dilakukan dalam kehidupan seksual mereka, dan risiko terbesar penyebaran ISR/IMS, termasuk HIV didapat dari seks oral. Sedangkan pada saat mereka melakukan seks oral, kondom tidak pernah dipakai.
• Lubrikasi dan masalah-masalah fisik lainnya. Sebagaimana halnya kondom laki-laki, kondom perempuan juga telah terlubrikasi. Namun, beberapa perempuan HIV positif mengatakan lubrikasi tersebut masih kurang dan diharapkan di dalam kemasan kondom perempuan juga diselipkan lubrikasinya. Ketakutan dan kekhawatiran masih sering mereka rasakan ketika menggunakan kondom perempuan ini, karena merasa tidak bebas berganti-ganti posisi, kondom robek, terlepas, atau bahkan hilang - masuk ke dalam. Ketakutan dan kekhawatiran ini bisa hilang jika adanya informasi yang jelas pada kemasan kondom perempuan tersebut dan pendidik sebaya terus-menerus menginformasikannya.
• Kemampuan negoisasi dengan pasangan. Para perempuan HIV positif mengatakan bahwa pemakaian kondom perempuan adalah hasil kesepakatan dengan pasangan. Namun di negara Afrika, hal ini sulit terjadi karena alasan budaya dan tradisi, laki-laki yang mengambil keputusan dan jika perempuan melanggar akan dikatakan ’pelacur’.
• Pilihan antara kondom perempuan dan kondom laki-laki. Perempuan HIV positif lebih nyaman dan percaya diri dalam melakukan hubungan seksual dengan menggunakan kondom perempuan dibandingkan ketika menggunakan kondom laki-laki atau tanpa pengaman. Hal ini merupakan bentuk pemberdayaan bagi perempuan, dan bukan melulu sebagai alat pemuas laki-laki atau dieksploitasi.
• Pengalaman positif yang didapat adalah berasal dari perempuan HIV positif yang telah beberapa tahun menggunakan kondom perempuan. Mereka mengatakan hal-hal yang baik tentang kondom perempuan, seperti lebih percaya diri, banyak sensasi yang didapat. Yang terpenting adalah pasangan merasa terlindungi.
Kondom Perempuan sebagai Peranan Penting Bagi Perempuan HIV Positif
Perempuan HIV positif lebih mengalami stigma dan diskriminasi. Ketika mereka telah dinyatakan positif HIV, maka hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi diabaikan dan mereka dipaksa untuk menghentikan segala kegiatan berhubungan seksual, tetap abstinent sepanjang hidup mereka. Ketika mereka hamil dipaksa untuk melakukan aborsi dan sterilisasi sehingga tidak lagi mempunyai anak.
Tekanan-tekanan yang mereka hadapi bukan saja pada saat status HIV terbuka tapi ketika mereka menutupi status tersebut karena ketakutan terhadap reaksi yang akan muncul. Tekanan tersebut datang dari pasangan atau secara hukum untuk melakukan hubungan seksual dan menghasilkan anak yang tidak mereka inginkan karena takut akan menyebarkan virus ke anak mereka melalui persalinan atau menyusui. Bukan hanya penyangkalan terhadap hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi tetapi juga akses terhadap terapi antiretroviral (ARV) terbatas. Perempuan HIV positif di Afrika diperbolehkan melakukan terapi ARV hanya jika telah mendapatkan suntikan Depo-Provera.
Pemakaian kondom perempuan merupakan suatu cara untuk menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran tersebut. Menurut Alice, motivasi utama dalam memakai kondom perempuan ini adalah mendapatkan kembali pemenuhan terhadap kebutuhan seksual yang menyenangkan, aman dalam artian dia dan pasangannya melakukan seks yang aman. Alice yakin bahwa dengan memakai kondom perempuan, pasangannya akan terlindung dari infeksi virus tersebut dan tidak akan hamil. Kondom perempuan juga lebih menyenangkan daripada kondom laki-laki.
Seperti segitiga kualitas kehidupan atau the quality of life, di mana setiap bagian saling terkait. Jika salah satu bagian mempunyai masalah, misal seksual maka bagian lain akan terganggu atau sebaliknya, dan kesejahteraan hidup tidak akan tercapai.
Pemakaian kondom perempuan mendapatkan tantangan yang besar dari perempuan itu sendiri disebabkan cara pemakaiannya yang dimasukkan ke dalam tubuh. Hal ini menjadi masalah karena perempuan kurang mengetahui anatomi tubuhnya sendiri, malu akan keadaan tubuhnya, cemas akan ketidaknormalan tubuhnya, malu kalau terjadi kesalahan yang menyangkut tubuhnya, kepercayaan budaya akan selaput dara dan penetrasi, dan akses untuk masuk ke vagina dipunyai oleh laki-laki. Namun hal ini dapat dihilangkan sedikit demi sedikit jika pengetahuan dan informasi mengenai hak seksual dan reproduksi, dan pemakaian kondom perempuan itu sendiri diberitahukan terus menerus.
Kesimpulan
Kondom perempuan merupakan bagian penting dalam kehidupan perempuan HIV positif karena pemakaiannya merupakan pernyataan terhadap hak untuk hidup sehat, positif, saling menghormati, kehidupan seksual yang memuaskan dan saling mengisi, dan perlindungan terhadap diri mereka sendiri dan pasangannya.
Pernyataan ’tubuhku adalah diriku’ adalah bagian penting dari kesenangan dan tantangan dalam mempromosikan kondom perempuan. Perempuan HIV positif diajak untuk mengetahui dan mengenal bagian tubuh sebagai miliknya sendiri. Bagi mereka, pemakaian kondom tidak hanya sekadar masalah pencegahan terhadap kehamilan, namun lebih besar dari hal tersebut, yaitu masalah hidup dan mati. Mereka yang belum mendapatkan terapi ARV berisiko untuk terinfeksi ISR/IMS. Kesempatan untuk hidup sangat penting bagi perempuan HIV positif, khususnya bagi mereka yang sudah memiliki anak. Hidup bukan untuk diri sendiri tapi juga untuk menjaga anak mereka tetap mendapat kasih sayang dan perawatan yang maksimal.
Kondom perempuan bagi perempuan HIV positif sangat penting karena hal-hal tersebut di atas. Jika dunia memang membuat kondom tersebut buat perempuan – dalam harga yang terjangkau atau gratis, tersedia di mana saja, dalam berbagai ukuran, menarik, aman dan seksi, maka akan ada kelompok-kelompok yang aktif mempromosikan pemakaian kondom ini. Jadi, sebagai perempuan HIV positif, harapan mereka adalah ikut serta dalam kehadiran kondom perempuan ini, bukan hanya bagi seluruh perempuan di dunia yang diharapkan tetap negatif tetapi juga kepada mereka yang telah terinfeksi HIV yang juga membutuhkan dukungan.
Produk CNI yang bisa membantu mengatasi penderita HIV yaitu:
• CNI HealthPack 3 in One 3x1 sachet/hari
• CNI Lyophilized Royal Jelly 3x1 tab/hari
Produk CNI adalah “Produk Kualitas Menengah Atas, Harga Menengah Bawah”
Seperti umumnya kondom laki-laki, kondom perempuan juga merupakan metode yang dipakai untuk mencegah kehamilan dan menghentikan penyebaran ISR/IMS, termasuk HIV dan AIDS. Namun, kondom perempuan sepenuhnya dikontrol penggunaannya oleh perempuan. Hal ini penting karena di masyarakat dengan sistem patriarkal, posisi perempuan lemah untuk meminta pasangannya menggunakan kondom dalam melakukan hubungan seksual. Perempuan seringkali mengalah dan membiarkan dirinya tidak terlindungi dari penyakit-penyakit yang dapat membahayakan organ reproduksinya.
Secara umum, kondom perempuan merupakan metode yang efektif bagi perempuan untuk melindungi dirinya terhadap kehamilan tidak diinginkan dan penyakit lainnya. Namun, seberapa efektif bagi para perempuan HIV positif? Melalui tulisan yang dibuat oleh Alice Welbourn diketahui beberapa pandangan mengenai kondom perempuan di mata perempuan HIV positif.
Tulisan ini berdasarkan dari hasil informal e-mail survei di antara anggota milis the International Community of Women Living with HIV/AIDS (ICW), di mana seluruh anggota milis tersebut adalah perempuan HIV positif dari beberapa negara. Pada saat survei ini dilakukan, anggota milis tersebut berjumlah ± 100 orang. Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui sikap dan pengalaman perempuan HIV positif terhadap kondom perempuan. Beberapa pertanyaan diajukan kepada mereka yang menggunakan kondom perempuan secara rutin selama satu tahun atau lebih.
Pertanyaan tersebut adalah:
• Apa yang mereka dan pasangan mereka pikirkan ketika menggunakan kondom perempuan?
• Mengapa mereka menggunakan kondom perempuan dibandingkan dengan kondom laki-laki?
• Bagaimana mereka mendapatkannya? Apakah mudah? Apakah mahal atau murah?
• Apakah ada perempuan HIV positif lain yang menggunakannya?
• Alasan pertama kali mereka menggunakannya.
Respon yang didapat berasal dari 18 orang perempuan HIV positif dari negara Asia Pasifik, Afrika, Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara.
Temuan
• Harga kondom perempuan lebih mahal dibandingkan dengan kondom laki-laki. Di beberapa negara, kondom laki-laki bahkan diberikan secara gratis, namun kondom perempuan sangat sulit dicari dan kalaupun ada sangat mahal.
• Ketersediaan kondom perempuan sangat sulit dan terbatas. Mungkin karena promosi dan marketing yang kurang. Di Australia, ada apotek yang tidak mengetahui mengenai kondom perempuan.
• Ukuran. Di negara Asia terutama, anggota ICW mengatakan bahwa ukuran kondom perempuan tidak eksklusif atau terlalu besar sehingga mereka menginginkan yang lebih kecil. Namun, di negara lain, ukuran tidak menjadi faktor penghambat popularitas dari kondom perempuan tersebut.
• Suara yang berisik. Pemakaian kondom perempuan menimbulkan suara yang berisik, seperti ’kantong kresek’. Bagi perempuan HIV positif, suara ini mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual, namun di beberapa negara, laki-laki menganggap suara ini malah meningkatkan gairah seksual mereka. Alasan satu-satunya adalah ketika kondom perempuan sudah menyesuaikan dengan suhu tubuh, maka tidak akan ada lagi bunyi yang berisik.
• Penampilan dan rasa. Penampilan merupakan halangan terbesar bagi para perempuan HIV positif. Karena ketika mereka melihat penampilan dari kondom perempuan tersebut, keinginan untuk memakainya tiba-tiba hilang. Kondom perempuan hanya mempunyai satu jenis penampilan dan rasa dibandingkan dengan kondom laki-laki yang banyak variasi jenis dan rasa. Hal ini menjadi penting karena pada saat ini, seks oral merupakan hal yang normal dilakukan dalam kehidupan seksual mereka, dan risiko terbesar penyebaran ISR/IMS, termasuk HIV didapat dari seks oral. Sedangkan pada saat mereka melakukan seks oral, kondom tidak pernah dipakai.
• Lubrikasi dan masalah-masalah fisik lainnya. Sebagaimana halnya kondom laki-laki, kondom perempuan juga telah terlubrikasi. Namun, beberapa perempuan HIV positif mengatakan lubrikasi tersebut masih kurang dan diharapkan di dalam kemasan kondom perempuan juga diselipkan lubrikasinya. Ketakutan dan kekhawatiran masih sering mereka rasakan ketika menggunakan kondom perempuan ini, karena merasa tidak bebas berganti-ganti posisi, kondom robek, terlepas, atau bahkan hilang - masuk ke dalam. Ketakutan dan kekhawatiran ini bisa hilang jika adanya informasi yang jelas pada kemasan kondom perempuan tersebut dan pendidik sebaya terus-menerus menginformasikannya.
• Kemampuan negoisasi dengan pasangan. Para perempuan HIV positif mengatakan bahwa pemakaian kondom perempuan adalah hasil kesepakatan dengan pasangan. Namun di negara Afrika, hal ini sulit terjadi karena alasan budaya dan tradisi, laki-laki yang mengambil keputusan dan jika perempuan melanggar akan dikatakan ’pelacur’.
• Pilihan antara kondom perempuan dan kondom laki-laki. Perempuan HIV positif lebih nyaman dan percaya diri dalam melakukan hubungan seksual dengan menggunakan kondom perempuan dibandingkan ketika menggunakan kondom laki-laki atau tanpa pengaman. Hal ini merupakan bentuk pemberdayaan bagi perempuan, dan bukan melulu sebagai alat pemuas laki-laki atau dieksploitasi.
• Pengalaman positif yang didapat adalah berasal dari perempuan HIV positif yang telah beberapa tahun menggunakan kondom perempuan. Mereka mengatakan hal-hal yang baik tentang kondom perempuan, seperti lebih percaya diri, banyak sensasi yang didapat. Yang terpenting adalah pasangan merasa terlindungi.
Kondom Perempuan sebagai Peranan Penting Bagi Perempuan HIV Positif
Perempuan HIV positif lebih mengalami stigma dan diskriminasi. Ketika mereka telah dinyatakan positif HIV, maka hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi diabaikan dan mereka dipaksa untuk menghentikan segala kegiatan berhubungan seksual, tetap abstinent sepanjang hidup mereka. Ketika mereka hamil dipaksa untuk melakukan aborsi dan sterilisasi sehingga tidak lagi mempunyai anak.
Tekanan-tekanan yang mereka hadapi bukan saja pada saat status HIV terbuka tapi ketika mereka menutupi status tersebut karena ketakutan terhadap reaksi yang akan muncul. Tekanan tersebut datang dari pasangan atau secara hukum untuk melakukan hubungan seksual dan menghasilkan anak yang tidak mereka inginkan karena takut akan menyebarkan virus ke anak mereka melalui persalinan atau menyusui. Bukan hanya penyangkalan terhadap hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi tetapi juga akses terhadap terapi antiretroviral (ARV) terbatas. Perempuan HIV positif di Afrika diperbolehkan melakukan terapi ARV hanya jika telah mendapatkan suntikan Depo-Provera.
Pemakaian kondom perempuan merupakan suatu cara untuk menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran tersebut. Menurut Alice, motivasi utama dalam memakai kondom perempuan ini adalah mendapatkan kembali pemenuhan terhadap kebutuhan seksual yang menyenangkan, aman dalam artian dia dan pasangannya melakukan seks yang aman. Alice yakin bahwa dengan memakai kondom perempuan, pasangannya akan terlindung dari infeksi virus tersebut dan tidak akan hamil. Kondom perempuan juga lebih menyenangkan daripada kondom laki-laki.
Seperti segitiga kualitas kehidupan atau the quality of life, di mana setiap bagian saling terkait. Jika salah satu bagian mempunyai masalah, misal seksual maka bagian lain akan terganggu atau sebaliknya, dan kesejahteraan hidup tidak akan tercapai.
Pemakaian kondom perempuan mendapatkan tantangan yang besar dari perempuan itu sendiri disebabkan cara pemakaiannya yang dimasukkan ke dalam tubuh. Hal ini menjadi masalah karena perempuan kurang mengetahui anatomi tubuhnya sendiri, malu akan keadaan tubuhnya, cemas akan ketidaknormalan tubuhnya, malu kalau terjadi kesalahan yang menyangkut tubuhnya, kepercayaan budaya akan selaput dara dan penetrasi, dan akses untuk masuk ke vagina dipunyai oleh laki-laki. Namun hal ini dapat dihilangkan sedikit demi sedikit jika pengetahuan dan informasi mengenai hak seksual dan reproduksi, dan pemakaian kondom perempuan itu sendiri diberitahukan terus menerus.
Kesimpulan
Kondom perempuan merupakan bagian penting dalam kehidupan perempuan HIV positif karena pemakaiannya merupakan pernyataan terhadap hak untuk hidup sehat, positif, saling menghormati, kehidupan seksual yang memuaskan dan saling mengisi, dan perlindungan terhadap diri mereka sendiri dan pasangannya.
Pernyataan ’tubuhku adalah diriku’ adalah bagian penting dari kesenangan dan tantangan dalam mempromosikan kondom perempuan. Perempuan HIV positif diajak untuk mengetahui dan mengenal bagian tubuh sebagai miliknya sendiri. Bagi mereka, pemakaian kondom tidak hanya sekadar masalah pencegahan terhadap kehamilan, namun lebih besar dari hal tersebut, yaitu masalah hidup dan mati. Mereka yang belum mendapatkan terapi ARV berisiko untuk terinfeksi ISR/IMS. Kesempatan untuk hidup sangat penting bagi perempuan HIV positif, khususnya bagi mereka yang sudah memiliki anak. Hidup bukan untuk diri sendiri tapi juga untuk menjaga anak mereka tetap mendapat kasih sayang dan perawatan yang maksimal.
Kondom perempuan bagi perempuan HIV positif sangat penting karena hal-hal tersebut di atas. Jika dunia memang membuat kondom tersebut buat perempuan – dalam harga yang terjangkau atau gratis, tersedia di mana saja, dalam berbagai ukuran, menarik, aman dan seksi, maka akan ada kelompok-kelompok yang aktif mempromosikan pemakaian kondom ini. Jadi, sebagai perempuan HIV positif, harapan mereka adalah ikut serta dalam kehadiran kondom perempuan ini, bukan hanya bagi seluruh perempuan di dunia yang diharapkan tetap negatif tetapi juga kepada mereka yang telah terinfeksi HIV yang juga membutuhkan dukungan.
Produk CNI yang bisa membantu mengatasi penderita HIV yaitu:
• CNI HealthPack 3 in One 3x1 sachet/hari
• CNI Lyophilized Royal Jelly 3x1 tab/hari
Produk CNI adalah “Produk Kualitas Menengah Atas, Harga Menengah Bawah”