Peningkatan jumlah kasus kehamilan yang tidak dikehendaki merupakan salah satu indikasi bahwa pemahaman mengenai kesehatan reproduksi masih sangat minim.
Meski sejumlah materi ajar telah mengandung muatan kesehatan reproduksi, tingkat efektivitasnya masih patut dipertanyakan.
Sebagaimana dilansir Pusat Informasi dan Layanan Remaja (Pilar) PKBI Jateng, baru-baru ini, grafik kasus kehamilan pranikah menanjak pada musim liburan, yakni Juni-Juli.
Pada bulan-bulan tersebut, diperkirakan kontrol orang tua dan sekolah berkurang.
Riza mengakui, pendidikan kesehatan reproduksi pada usia dini sering mengalami berbagai kendala.
Berdasarkan pengalaman Pilar PKBI mendampingi 65 SD dan SMP di Kota Semarang, sejumlah sekolah dan tenaga pendidik justru belum siap mentransformasi pengetahuan tentang reproduksi.
."Guru sering terkejut dan tidak siap menghadapi reaksi siswa yang baru berusia 10-14 tahun ketika memberikan materi kesehatan reproduksi,." ujar Riza.
Sebab, menurut dia, banyak siswa yang memberikan reaksi mencengangkan ketika disinggung soal organ-organ reproduksi.
."Hal itu tidak mengejutkan karena tayangan media cetak dan elektronik menggiring imajinasi biologis anak-anak,." lanjutnya.
Kemerebakan fenomena KTD, infeksi menular seksual (IMS), bahkan penyebaran HIV/AIDS, diakui mampu menyadarkan masyarakat bahwa pendidikan seks perlu diberikan sejak dini.
Melarang Remaja
Namun wujud aksi bersama untuk menangani fenomena tersebut belum tampak kentara.
Pihaknya mengakui, sampai saat ini Pilar PKBI tidak bertujuan melarang remaja yang melakukan aktivitas seksual.
."Sesuai dengan deklarasi HAM, remaja berhak membuat dan menentukan pilihan. Kami hanya memberikan pengetahuan mengenai perilaku reproduksi yang bertanggung jawab,." katanya.
Karena itu, Pilar telah membuat sebuah panduan materi pendidikan kesehatan reproduksi untuk siswa SMP hingga mahasiswa.
Menanggapi fenomena kemerebakan kehamilan tak dikehendaki, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng Prof Dr Ahmad Rofiq MA menyatakan keprihatinannya.
Sebab, hal itu mengindikasikan terjadinya kemerosotan moral remaja. Pihaknya juga menyatakan penanganan kasus itu dihadapkan pada pilihan dilematis. Namun, menurut dia, MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai aborsi.
Menurut Rofiq, secara umum aborsi tidak diperbolehkan, kecuali untuk kasus-kasus tertentu. Itu pun harus disertai alasan medis.
Lebih lanjut dia menjelaskan, MUI memiliki sejumlah program pelatihan soal reproduksi yang sehat dan benar.
Pihaknya mengimbau orang tua untuk mendampingi dan mengontrol aktivitas anak selama liburan.
Meski sejumlah materi ajar telah mengandung muatan kesehatan reproduksi, tingkat efektivitasnya masih patut dipertanyakan.
Sebagaimana dilansir Pusat Informasi dan Layanan Remaja (Pilar) PKBI Jateng, baru-baru ini, grafik kasus kehamilan pranikah menanjak pada musim liburan, yakni Juni-Juli.
Pada bulan-bulan tersebut, diperkirakan kontrol orang tua dan sekolah berkurang.
Riza mengakui, pendidikan kesehatan reproduksi pada usia dini sering mengalami berbagai kendala.
Berdasarkan pengalaman Pilar PKBI mendampingi 65 SD dan SMP di Kota Semarang, sejumlah sekolah dan tenaga pendidik justru belum siap mentransformasi pengetahuan tentang reproduksi.
."Guru sering terkejut dan tidak siap menghadapi reaksi siswa yang baru berusia 10-14 tahun ketika memberikan materi kesehatan reproduksi,." ujar Riza.
Sebab, menurut dia, banyak siswa yang memberikan reaksi mencengangkan ketika disinggung soal organ-organ reproduksi.
."Hal itu tidak mengejutkan karena tayangan media cetak dan elektronik menggiring imajinasi biologis anak-anak,." lanjutnya.
Kemerebakan fenomena KTD, infeksi menular seksual (IMS), bahkan penyebaran HIV/AIDS, diakui mampu menyadarkan masyarakat bahwa pendidikan seks perlu diberikan sejak dini.
Melarang Remaja
Namun wujud aksi bersama untuk menangani fenomena tersebut belum tampak kentara.
Pihaknya mengakui, sampai saat ini Pilar PKBI tidak bertujuan melarang remaja yang melakukan aktivitas seksual.
."Sesuai dengan deklarasi HAM, remaja berhak membuat dan menentukan pilihan. Kami hanya memberikan pengetahuan mengenai perilaku reproduksi yang bertanggung jawab,." katanya.
Karena itu, Pilar telah membuat sebuah panduan materi pendidikan kesehatan reproduksi untuk siswa SMP hingga mahasiswa.
Menanggapi fenomena kemerebakan kehamilan tak dikehendaki, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng Prof Dr Ahmad Rofiq MA menyatakan keprihatinannya.
Sebab, hal itu mengindikasikan terjadinya kemerosotan moral remaja. Pihaknya juga menyatakan penanganan kasus itu dihadapkan pada pilihan dilematis. Namun, menurut dia, MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai aborsi.
Menurut Rofiq, secara umum aborsi tidak diperbolehkan, kecuali untuk kasus-kasus tertentu. Itu pun harus disertai alasan medis.
Lebih lanjut dia menjelaskan, MUI memiliki sejumlah program pelatihan soal reproduksi yang sehat dan benar.
Pihaknya mengimbau orang tua untuk mendampingi dan mengontrol aktivitas anak selama liburan.